Inovasi Mahasiswa S2 Fisika ITB: Ceritech “Better Coffee for Better Sustainability”
Bandung, FMIPA.itb.ac.id. -“Satu langkah kecil dari sebuah niat baik mampu membawa kita menuju sesuatu yang di luar imajinasi” merupakan kutipan dari spin off petualangan Ben dan Jody dalam video di Youtube yang berjudul “Filosofi Kopi Special Episode: The Goodwill“. Senada dengan kutipan itu, kisah perjuangan Ahmad Radhy (mahasiswa S2 Fisika ITB) dan Aldi Raharja (mahasiswa S2 Teknik Industri ITB, alumni Fisika ITB angkatan 2007) serta alumni S1 dan S2 Fisika ITB, Azmy Ansori dalam lomba “University Startup World Cup 2020″ dari Venture Cup Denmark ini menjadi menarik. Bermula dari tahun 2016, salah satu founder CV Ceritech Indonesia yang mendirikan coffee shop bernama Tri Tangtu di Kota Bandung, membeli pasokan kopi dari para produsen lokal. Dalam keberjalanannya, kopi yang dipasok dari produsen lokal tersebut kebanyakan mempunyai kualitas yang tidak konsisten. Setelah berdiskusi dengan berbagai pelaku dari setiap tahapan rantai pasok kopi, didapat akar permasalahan utama yang berada di processing dimana kebanyakan masih melakukan praktik secara tradisional, tanpa acuan data yang dapat dipercaya. Prosesing, terutama fermentasi dan pengeringan, sangat mempengaruhi kualitas akhirdari biji kopi yang dihasilkan. Pada pertengahan tahun 2019, founder bersama Kang Yadi, produsen sekaligus pemilik kedai Kopi Florist, melakukan implementasi awal dari solusi monitoring dan kontrol fermentasi dan pengeringan di area *processing-*nya di Bandung Utara. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Ceritech bisa mengunjungi laman berikut https://startup4industry.id/katalog/ceritech-indonesi/.
Dalam kesempatan yang ada, tim reporter FMIPA berhasil melakukan wawancara secara daring dengan Ahmad Radhy. Motivasi Ahmad Radhy bersama tim mengikuti lomba ini adalah sebagai validasi dari proof of concept teknologi yang sedang dibuat saat ini, terkait penerapan IoT dan sains di bidang pertanian khususnya proses pasca panen produksi biji kopi, proses tersebut terdiri dari proses fermentasi dan pengeringan. Jadi penerapan konsep IoT ini sendiri merupakan hal yang telah dipelajari di kampus selama menjadi mahasiswa Fisika. Ahmad Radhy pun menjelaskan secara singkat mengenai cara kerja alat yang dibuat, “Kami melakukan proses pengukuran secara telemetry pada proses pasca panen pertanian kopi. Prosesnya terdiri dari proses fermentasi, variabel yang diukur tingkat keasaman pH dan temperatur dalam tangki fermentasi. Sedangkan dalam proses pengeringan, variabel yang diukur adalah temperatur, humidity, dan intensitas cahaya. Semuanya sudah menggunakan teknologi IoT, cloud, dan data analytics.”
Lomba ini dimulai sejak Juni 2020. Tahapan dari lomba yang diikuti ini dimulai dengan penyeleksian pada babak penyisihan, kemudian masuk ke babak semifinal. Di awal bulan Agustus 2020, tim Ahmad Radhy melakukan presentasi secara online di babak semifinal, kemudian dinyatakan lolos ke babak final. Babak final diadakan pada tanggal 19 Oktober 2020 dengan presentasi secara online dan pengumuman pemenangnya diumumkan setelah presentasi tersebut. Informasi lengkap mengenai lomba tersebut dapat diakses di https://venturecup.dk/uswc/. Ahmad Radhy pun bercerita mengenai tim ini, “Kami sudah jalan setahun. Sudah beberapa kali piloting project. Tim ini dibangun tahun lalu. Kami tertarik untuk membangun teknologi khususnya di pertanian.” Dia pun menjelaskan tidak ada kendala yang berarti selama mengikuti perlombaan ini. Dia menambahkan, “Sekarang tinggal memperbaiki yang sekarang kami pilot sembari menunggu feedback dari users-nya. Prototype-nya sudah kami coba di Bandung dan Aceh. Oh iya tambahannya, sekarang tim saya sedang dapat mentoring dari Ericsson. Sebenarnya, kami ikut lomba ini sebagai tahap validasi dari alat yg diuji coba ini bisa exposure. Karena kan kami bangun start up yg memang based on research untuk jadi produk. Sekalian mencari funding untuk bisnis development. Jadi setidaknya dengan mengikuti lomba ini, start up dan alat yang kami bangun ini bisa ter-notice dan terpublikasi ke banyak orang. Target kami, alat ini bisa jadi alat standar untuk petani, khususnya pada proses pasca panen.”
Selain kopi, harapan ke depannya alat ini bisa digunakan untuk teh, coklat, dan singkong. Intinya untuk bahan-bahan yang ada proses fermentasinya. Harapan dari Ahmad Radhy dan tim sendiri terkait alat ini adalah alat ini dapat digunakan untuk membantu petani dalam pemantauan dan pengendalian prosesnya itu agar pengolahannya menjadi lebih terukur. Selama ini masih banyak petani menggunakan cara tradisional yang tidak berbasis pada data. Ketika ditanya mengenai proses penentuan standar parameter pada alat ini, Ahmad Radhy pun menjelaskan, “Setelah kita pelajari dari paper-paper penelitian di luar, ada yang membahas optimal proses fermentasi misal, acuan di luar misalnya di Amerika Latin dengan pH sebesar 4,7. Ternyata berbeda dengan yang kita proses di Bandung. Di Bandung pH optimalnya sekitar 3,4 sampai 3,8. Jadi proses fermentasi ini memang tujuannya untuk menjaga konsisten rasa dan aroma dari kopi.”
Mengingat kutipan di awal artikel ini, Ahmad Radhy, Aldi Raharja, dan Azmy Ansori ini telah melakukan satu langkah kecil dari sebuah niat baik dengan menggunakan ilmu yang telah mereka pelajari di Fisika ITB untuk menciptakan alat yang memiliki manfaat bagi petani dan penikmat kopi itu sendiri. Ahmad Radhy pun memberikan pesan untuk terus melakukan inovasi yang berdampak. Seperti mengikuti lomba, bisa dijadikan sebagai validasi dan exposure atas inovasi yang dibuat. “ITB merupakan pusat riset teknologi, harapannya ke depannya bisa jadi porosnya penelitian dan development teknologi di industri 4.0 ini,” tambahnya. []
Penulis: Ardhy Nur Ekasari (FI’2016) dan Adella Nur Apriati (FI’2017)