Seri Kuliah Umum FMIPA yang ke-tujuh dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 Mei 2017, bertempat di Auditorium Campus Center Timur ITB. Tema besar yang diusung pada kuliah umum kali ini adalah Sains Untuk Kemajuan Bangsa. Pembicara yang memberikan presentasi pada kuliah umum ini terdiri dari 3 disiplin ilmu yaitu : astronomi, fisika, serta matematika. Berikut nama-nama pembicara pada seri kuliah umum FMIPA :
- Dr. Moedji Raharto, “Kalender: Refleksi Kedekatan Langit dan Manusia”
- Dr. Rachmat Hidayat, “Eksplorasi Skala Nano dan Meso untuk Menuai Energi Matahari”
- Prof. Dr. Sri Redjeki Pudjaprasetya F., M.Si., “Fenomena Gelombang pada Kemacetan di Jalan Tol”
“Kalender: Refleksi Kedekatan Langit dan Manusia”
Moedji Raharto
Kelompok Keilmuan Astronomi
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
e-mail : moedji@as.itb.ac.id
Kita tinggal di planet Bumi, planet berkehidupan. Lingkungan biosfer planet Bumi, yang relatif transparan dan stabil dalam jangka panjang memberi kesempatan manusia mengamati keteraturan fenomena langit. Dua benda langit yang paling berpengaruh bagi kehidupan di planet Bumi, pertama Matahari, bintang induk planet Bumi dan kedua Bulan, satelit alam planet Bumi.
Massa Matahari yang amat besar dibanding dengan massa planet Bumi, menempatkan Bumi tertambat atau terikat mengorbit Matahari dengan waktu yang amat panjang. Terang dan energi radiasi Matahari yang relatif stabil sangat diperlukan manusia, penyangga kehidupan planet Bumi. Reaksi fotosintesa tanaman, penguapan air laut, pasang surut air laut, menghangatkan biosfer Bumi dan menstimulan musim sehingga tersedia makanan dan energi yang cukup untuk menyangga kehidupan manusia. Keberadaan Bulan walaupun bermassa kecil namun gaya pasang surut yang ditimbulkan Bulan terhadap Bumi merupakan gaya pasang surut terbesar, mendistribusikan panas air laut. Bumi mempunyai sumbu rotasi dengan kemiringan 23.5 derajat terhadap sumbu ekliptika, Bulan menjaga kestabilan presesi sumbu rotasi Bumi, sehingga puntiran sumbu rotasi Bumi sekitar 25800 tahun, tak dirasakan oleh penumpang planet Bumi. Fenomena berulang seperti pergantian selang waktu siang dan malam, siang lebih panjang, malam lebih panjang, keberadaan Matahari di ekuinok membagi siang dan malam sama atau hampir sama panjangnya, perubahan fasa bulan, gerhana Bulan dan gerhana Matahari, pergantian musim dsb.
Sorot cahaya Matahari tersebut membangkitkan musim tahunan di belahan langit Utara, di belahan langit Selatan, di kawasan tropis, subtropis dan juga di ekuator. Selain itu adalah fenomena musiman yang bersifat campuran, global maupun local, misalnya musim basah dan musim kering di wilayah Indonesia, namun pada musim basah curah hujan tidak merata, karena pengaruh kondisi local, pegunungan maupun dataran rendah.
Kalendar Matahari sebuah sistem bertujuan pemanfaatan fenomena yang berulang akibat revolusi Bumi mengelilingi Matahari untuk keperluan praktis kehidupan sehari – hari. Pemanfaatan ini misalnya di Mesir sekitar 4000 SM menggunakan system ini untuk mengantisipasi kedatangan banjir sungai Nil (sekarang dibendung dengan bendungan Aswan). Kehadiran banjir sungai Nil pada masa itu dimanfaatkan untuk membawa pahatan batu dari lokasi yang jauh dari pembangunan lembah Pyramida di Giza, (kawasan dekat bagian yang lebih rendah sungai Nil di Kairo), pekerja memanfaatkan banjir sungai Nil untuk merapat, lebih dekat ke lokasi pembangunan Pyramida di Giza, sehingga lebih mudah membawanya.
Model kalendar Matahari di Mesir merupakan kalendar sederhana setahun terdiri dari 12 bulan, tiap bulan terdiri 30 hari, setahun terdiri 360 hari ditambah dengan 5 hari tambahan, tanpa aturan tahun kabisat tanpa bulan sisipan.
Model ini dikembangkan di Romawi sebagai kalendar Matahari murni, Masehi oleh Julius Caesar (46 SM) menggantikan kalendar luni solar pada waktu itu dan kemudian direformasi oleh Paus Gregorius XIII (4 Oktober 1582 keesokan harinya 15 Oktober 1582). Sebulan kalendar artifisial bisa 28, 29, 30 hingga 31 hari. Setahun 365 atau 366 hari (kabisat).
Model kalendar Bulan atau Qamariah adalah kalendar Hijriah/Islam penentuan awal bulannya dengan hilal, sabit bulan yang tipis setelah ijtimak atau konjungsi dan dapat diamati dengan mata setelah matahari terbenam. Sebulan bisa 29 atau 30 hari, setahun bisa 354 atau 355 hari.
Kalendar Luni Solar siklus sinodis bulan dan siklus tropis matahari dipergunakan dalam perhitungan kalendar.
Siklus sinodis, siklus Sideris Bulan dan siklus Sideris Matahari, secara geometri mempunyai keterkaitan satu dengan lainnya.
Keberadaan calendar merupakan kedekatan manusia dengan langit peristiwa atau fenomena di langit dapat diamati dicatat dan dimanfaatkan untuk kehidupan manusia, mahluk cerdas di planet Bumi. Penataan siklus benda langit tersebut untuk perencanaan manusia merupakan bagian intelektualitas manusia. Langit memberikan tantangan dan sekaligus juga merupakan bagian kehidupan manusia di planet Bumi. Membuka jalan untuk mengenal system dan unit waktu yang lebih cermat lagi.
“Eksplorasi Skala Nano dan Meso untuk Menuai Energi Matahari”
Rachmat Hidayat
Kelompok Keilmuan Fisika Magnetik dan Fotonik
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
e-mail : rahmat@fi.itb.ac.id
Dengan semakin berkurangnya cadangan energi fosil, semakin banyak kajian penggunaan energi alternatif untuk mengurangi penggunaan energi fosil tersebut dalam dua dekade ke depan. Salah satunya adalah pemanfaatan energi matahari, yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 macam cara pemanfaatan, yakni pemanfaatan energi panas dan pemanfaatan energi cahayanya. Presentasi kali ini lebih terkait kepada cara yang terakhir tersebut dan lebih dikhususkan kepada pemaparan singkat perkembangan dan aspek fisis terkait dari piranti fotovoltaik (sel surya) generasi ketiga. Sel surya sudah dikembangkan sejak lima dekade lalu dan telah menghasilkan sel surya berbasis kristal tunggal semikonduktor anorganik (seperti silikon) dengan efesiensi yang tinggi. Akan tetapi, karena berstruktur kristal tunggal, proses fabrikasinya memerlukan energi yang besar dan teknologi yang sangat tinggi. Alternatif untuk membangun sel surya berbasis bahan poli-kristalin dan bahkan dari bahan amorf-pun bermunculan. Perbedaan utama dengan bahan kristalin adalah pada mobilitas pembawa muatan dan laju pemisahan muatan yang lebih rendah di satu sisi, tetapi laju rekombinasi pembawa muatan yang lebih besar di sisi lainnya. Hal ini dapat dipahami karena karakter elektron yang lebih terlokalisasi pada bahan semacam ini. Beberapa bahan ini memiliki parameter panjang difusi elektron hanya beberapa puluh nanometer, yang tentunya tidak dapat dieksplorasi pada era mikro-elektronika sebelumnya. Dengan berkembangnya teknologi nano, berbagai rekayasa bahan dan struktur pada skala nano dan meso dapat mengoptimalkan ekstraksi pembawa muatan yang terbentuk. Riset di bidang ini menjadi menarik baik dari sisi fundamental sains, dimana kita dapat bereksplorasi untuk memanipulasi elektron dan cahaya, dan juga dari sisi aplikatifnya, dimana proses fabrikasinya menjadi lebih sederhana dan dapat dikuasai segera oleh negara berkembang.
“Fenomena Gelombang pada Kemacetan di Jalan Tol”
Sri Redjeki Pudjaprasetya F.
Kelompok Keilmuan Matematika Industri dan Keuangan
Faculty of Mathematics and Natural Sciences
Institut Teknologi Bandung
e-mail : srpudjap@math.itb.ac.id
Bagi masyarakat perkotaan, kemacetan lalu lintas adalah hal biasa dan cukup sering dialami. Kemacetan lalu lintas parah sering ditemui di jam-jam sibuk, juga saat akhir pekan atau masa liburan. Tak jarang, kemacetan bahkan kita temui juga di jalan-jalan tol. Penyebabnya bisa bermacam-macam, misalnya perbaikan jalan, kecelakaan, gerbang tol, adanya pertemuan jalan atau persimpangan jalan. Jika kita terkena macet di suatu ruas jalan tol, maka akibatnya sudah jelas, kita akan terjebak dan baru lolos bila kita telah melalui penyebab kemacetan itu sendiri. Fenomena gelombang pada aliran lalu lintas mudah teramati melalui pengamatan udara dari suatu ruas jalan tol yang macet, Saat ruas jalan di bagian depan padat, dan di bagian belakang cukup renggang, maka seiring dengan berjalannya waktu, antrian padat kendaraan tersebut makin lama makin bertambah panjang. Hal ini menunjukkan fenomena gelombang kejut. Seberapa cepat antrian bertambah panjang ditentukan oleh kecepatan fase gelombang kejut tersebut. Melalui pendekatan kontinu, permasalahan dapat dimodelkan melalui prinsip konservasi dari fungsi kepadatan kendaraan. Persamaannya dikenal dengan nama persamaan kinematik LWR (Lighthill, William, Richard). Melalui pemilihan fungsi kepadatan dan parameter yang sesuai, berbagai dinamika lalu lintas dapat dijelaskan. Analisa model dan simulasi numerik dapat diterapkan guna mengkaji berbagai kebijakan pengaturan lalu lintas, termasuk lalu lintas dalam kota.