Kunjungan Prof. Brian Schmidt dan Prof. Jagadish ke Observatorium Bosscha ITB, Tegaskan Peran Indonesia dalam Sains Global
BANDUNG, fmipa.itb.ac.id —Dalam rangka Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia (KSTI) 2025, Fisikawan peraih Nobel Fisika 2011, Prof. Brian Paul Schmidt, dan Prof. Chennupati Jagadish, Presiden Australian Academy of Science, melakukan kunjungan ke Observatorium Bosscha ITB, Lembang.
Kunjungan tersebut turut disambut hangat oleh pimpinan ITB, Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi, serta peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) ITB.
Menurut Prof. Taufiq Hidayat, Ph.D., penanggung jawab kerja sama pembangunan Teleskop Radio VLBI Global Observing System (VGOS) ITB dan Shanghai Astronomical Observatory (SHAO), agenda kunjungan kali ini pada dasarnya berupa tur ilmiah ke berbagai fasilitas utama Bosscha.
Rombongan diajak meninjau Teleskop Refraktor Ganda Zeiss yang diresmikan pada 1 Januari 1923 atas prakarsa K. A. R. Bosscha. Teleskop seberat 17 ton yang berada di bawah kubah rancangan Wolf Schoemacher ini menjadi saksi perkembangan astronomi di Indonesia dan hingga kini tetap berfungsi dalam pendidikan serta riset.
Selain itu, para tamu juga mengunjungi ruang multimedia yang berfungsi sebagai museum dengan koleksi pengamatan gerhana matahari sepanjang sejarah, serta proyek pembangunan teleskop radio VGOS, fasilitas astronomi modern yang ditargetkan rampung pada Oktober 2025.
Bagi Prof. Schmidt, kunjungan ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, pada tahun 2014 ia hadir di Bandung sebagai pembicara undangan dalam International Conference on Mathematics and Natural Sciences (ICMNS). Kali ini, selain menjadi tamu utama KSTI 2025, kunjungannya ke Bosscha juga difasilitasi oleh Kementerian.
Prof. Taufiq menegaskan bahwa kesempatan ini menjadi momen berharga untuk memperlihatkan perkembangan riset di Bosscha setelah peringatan 100 tahun berdirinya. “Kebetulan saat ini ada pengembangan fasilitas baru seperti VGOS, sehingga kami sekaligus memperlihatkan kemajuan terkini,” ujarnya.
Prof. Schmidt mengaku senang melihat kemajuan signifikan Bosscha dibandingkan 11 tahun lalu. Ia menilai semangat peneliti Indonesia dalam memajukan sains sangat luar biasa. “Kemajuan sains tak lepas dari keberanian berinvestasi pada alat dan waktu untuk para peneliti. Di Bosscha ini saya melihat energi itu hidup. Saya berharap dapat ikut berkolaborasi dengan fasilitas ini, karena banyak peluang baru bisa dijelajahi,” tuturnya.
Sementara itu, Prof. Jagadish menekankan bahwa Bosscha bukan hanya simbol sejarah, tetapi juga pusat edukasi dan inovasi. “Saya sungguh terkesan dengan upaya menjaga fasilitas Bosscha tetap hidup, tidak hanya sebagai peninggalan sejarah, tapi juga sebagai ruang edukasi dan penemuan baru. Kolaborasi internasional menjadi semakin penting, karena ilmu pengetahuan melampaui batas negara,” ungkapnya.

Dalam diskusi bersama pimpinan ITB, Prof. Schmidt menyoroti kepakaran ITB di bidang material science yang dinilai memiliki potensi besar untuk berkolaborasi dalam program internasional. Ia juga memperkenalkan program Future Research Talent dari Australian National University (ANU), universitas tempat ia bernaung.
ITB sendiri selama ini telah rutin mengirim mahasiswa dan dosen ke ANU dalam program tersebut. Meskipun Prof. Schmidt bukan spesialis radio astronomi, melainkan fisika optik, ia berkomitmen untuk menjembatani ITB dengan komunitas astronomi radio di Australia. Harapannya, kolaborasi riset di bidang astronomi, termasuk proyek VGOS, dapat semakin diperkuat ke depan.
Dekan FMIPA ITB, Aep Patah, S.Si., M.Si., Ph.D., menyatakan bahwa kunjungan ini menjadi momentum berharga bagi peneliti muda. “Momentum ini penting untuk mendorong peneliti muda Indonesia agar berani belajar dan berinovasi bersama jejaring global, sehingga kontribusi mereka dapat memberi manfaat tidak hanya bagi bangsa, tetapi juga bagi ilmu pengetahuan dunia,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Direktur Jenderal Sains dan Teknologi, Ahmad Najib Burhani, yang menekankan peran fasilitas riset nasional sebagai bagian dari strategi besar pembangunan ekosistem penelitian kelas dunia. “Penguatan fasilitas seperti Bosscha dan VGOS adalah bagian dari upaya menempatkan Indonesia sebagai pemain penting di jaringan riset internasional sekaligus sumber inspirasi bagi generasi muda,” jelasnya.
Kunjungan dua ilmuwan dunia ini menegaskan peran Observatorium Bosscha sebagai pusat astronomi yang tidak hanya menyimpan warisan sejarah, tetapi juga terus berkembang menjadi laboratorium riset modern. Dengan adanya dukungan pemerintah, kolaborasi internasional, serta semangat peneliti muda, Bosscha diharapkan mampu melahirkan terobosan baru yang memberi kontribusi nyata bagi perkembangan sains dan teknologi Indonesia di kancah global.

